Kamis, 28 Maret 2013

Resume sosiologi umum tentang STRUKTUR INTERAKSI KELOMPOK ELIT DALAM PEMBANGUNAN Penilitian Di Tiga Desa Santri



Hari/ Tanggal  : Jum’at/ 22 Februari 2013                  Nama Asisten  :
Nama               : Muhamad Supika                              Nadilla Ambarfauziah R
NRP                : B04120056                           
Kelompok       : 1
                                               
STRUKTUR INTERAKSI KELOMPOK ELIT DALAM PEMBANGUNAN
Penilitian Di Tiga Desa Santri
Oleh: Sunyoto Usman

            Dalam pandangan masyarakat umum, kelompok elit sering berkonotasi negatif, tetapi tidak halnya da
lam sosiologi. Dalam sosiologi konsep Elit biasanya didefinisikan sebagai anggota suatu kelompok kecil dalam masyarakat yang tergolong disegani, dihormati,menjabat di intansi formal maupun tidak formal, serta kaya. Mereka adalah kelompok minoritas superior, dan mereka diharapkan dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama. Sedangkan massa adalah kelompok mayoritas inferior, posisinya pun berada dalam stratifkasi masyarakat bawah, serta kurang diperhatikan dalam proses pengambilan suara. Ada dua penjelasan pendapat tentang kelahiran kelompok elit yaitu lahir secara alami dan lahir akibat kompleksitas organisasi sosial. Kelompok elit juga diisi oleh informal leaders. Dalam masyarakat masih ditemukan tipologi elit lain yang berada di luar garis birokrasi (non-legitimated elits).
            Salah satu implikasi dari tendesi seperti itu adalah bahwastudi masalah elit dalam kaitannya dengan aktivitas pembangunan seharusnya perlu mencakup pula peranan elit yang berada di luar garis birokrasi. Fenomena desa santri dalam studi masalah pembangunan dan struktur interaksi kelompok elit tampil menjadi episode yang menarik karena di desa lazimnya masih ada dominasi figur tokoh agama. Walaupun perencanaan organisasi, pengawasan serta alokasi dana banyak ditentukan oleh pemerintah pusat, tetapi implementasi banyak melibatkan anggota masyarakat dalam jumlah mayoritas. Dalam keadaan tersebut kelompok elit banyak banyak terlibat dan mengambil inisiatif dalam mngambil keputusan penting. Hampir setiap elit saling berinteraksi membentuk jaringan sosiometris, meskipun panjangnya berbeda-beda. Ada tiga macam pendekatan yang digunakan untuk mengindetifikasi kelompok elit, yaitu : positional approach, reputational approach, decisonal approach. Perlu diketahui bahwa boleh jadi seorang elit dari kategori atau pemuka agama memiliki tanah yang relatif luas di desanya dan pekerjaannya juga sebagai petani masih tetap dikategorikan sebagai elit petani.
            Ada dua alasan penting mengapa tiga desa santri dalam wilayah Kabupaten Jombang, Jawa Timur, dipilih sebagai lokasi penelitian, yaitu : banyak jumlah anggota masyarakat yang menjadi pengikut thoriqot Qodiriyah Naqsabandiyah, anggota masyarakat ketiga desa tersebut memiliki daya dukung yang kuat terhadap ketahanan organisasi sosial politik islam.
            Dalam menghitung data, penelitian ini menggunakan progaram komputer network analysis yang dirancang oleh Robert Kylberg (1986). Kedudukan elit dalam jaringan dapat dikategorikan manjadi tiga macam, yaitu : the liaison, the bridge, the ember, the isolated. Dalam kehidupan masyarakat desa yang relatif masih terisolir, mempertahankan struktur macam itu tidak terlalu menjadi masalah karena kepentingan politik mereka belum terlalu kompleks. Sedangkan dalam kehidupan masyrakat desa yang terbuka, kebutuhan sosial tidak lagi bersahaja, sebab tuntutan dan kemauan anggota masyarakat mulai majemuk. Hasil yang didapat dari penelitian, bahwa kelompok elit pamong desa (yang menempati jabatan formal) ternyata memiliki angka tinggi baik dalam koneksi maupun integrasi dibandingkan dengan kelompok elit pemuka agama.

Rabu, 27 Maret 2013

resume sosiologi umum : Sistem Pondok



Hari/ Tanggal  : Jum’at/ 08 Februari 2013                  Nama Asisten  :
Nama               : Muhamad Supika                             Nadilla Ambarfauziah R
NRP                : B04120056                          
Kelompok       : 1
                                               
SISTEM PONDOK
Oleh: Wariso Ram
Migran sosial berasal dari keluarga yang tidak mampu tetapi mereka adalah pekerja yang rajin memiliki kemampuan pemasaran hasil, serta pengalaman bekerja yang lumayan. Bidang usaha mereka adalah “usaha sisa”, karena bentuknya yang padat karya maka diperlukan kerjasama. “Azas kerukunan” atau “azas kekeluargaan” menjadi sendi utama, walaupun tujuan utama adalah kentungan ekonomi. Tetapi karena azas itu lah semua pihak mendapat keuntungan. 
Macam-macam sistem pondok yang dipandang dari besarnya sumbangan tenaga kerja migran sirkuler (penghuni pondok boro) dalam proses produksi dan penjualan hasil tergolong dalam 4 kelompok. Pertama, sistem pondok dimana setiap anggota mempunyai kedudukan yang sama. Jumlah anggota antara 8-12 orang. Contohnya di Kotamadya Bogor, sistem ini dilakukan oleh para migran sirkuler dari Demak dengan menjual keramik dari Kecamatan Mayong (Kabupaten Kudus, Jateng). Sistem ini dilandasi azas kekeluargaan atau azas kegotongroyongan yang cukup kuat karena didalamnya terdapat hubungan yang erat antara anggota yang satu dengan yang lainnya, dengan hasil keuntungan dibagi sama rata sehingga sistem ini disebut sistem pondok gotong royong.
Kedua, Sistem pondok rumah tangga Sistem ini biasanya dilaksanakan dengan menggunakan tenaga migran sirkuler yang berasal dari desa yang “jauh”. Antara pemilik pondok boro dan para pembantunya terdapat hubungan yang dilandasi azas kekeluargaan. Belum ada pembagian tugas membuat barang dan menjual hasil, belum menggunakan teknologi dalam proses produksi  dan ada keharusan hasil produksi terjual pada hari yang sama untuk keuntungan yang lebih besar.
Ketiga, Sistem pondok usaha perorangan, sistem ini sudah membagi tenaga produksi dan tenaga pemasar. Pemilik mengelola proses produksi dan juda pemasaran. Akan tetapi hubungan majikan dan karyawan lebih erat dari pada hubungan majikan dengan penjual. Di dalam sistem ini sudah menggunakan teknologiterdapat sejumlah karyawan dan puluhan penjual.
Keempat, sistem pondok dimana pemilik pondok tidak terlibat dalam kegiatan produksi maupun pemasaran barang tetapi hanya menyewakan tempat penginapan, alat-alat dan mesin. Sehingga para migran sirkuler berperan sebagai penyewa, produsen kecil, dan penjual hasil produksinya. Disini terlihat sistem kekeluargaan kurang erat. Sistem ini dilaksanakan pondok boro produksi tahu oleh migran sirkuler Ciamis dan Cimanggu. Karena pemilik pondok dan migran sirkuler ditandai hubungan sewa menyewa, maka disebut sistem pondok sewa. Disamping keempat sistem itu, sistem pondok campuran dan sistem pondok tidak mempunyai karyawan. Jika dilihat dari jenis kegiatan penghuninya, sistem boro dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu pondok boro buruh, pondok boro penjual, dan pondok boro produksi.

Sabtu, 16 Maret 2013

Laporan praktikum Biokimia tentang Karbohodrat


Laporan Praktikum                             Hari/Tanggal   : Rabu/20 Februari 2013
Biokimia Umum                                  Waktu             : 08.00-11.00 WIB
                                                            PJP                  : dr. Husnawati
                                                            Asisten            : 1. Nur Fitriani M.
                                                                                      2. Andi Arya Fajar A.C.
                                                                                      3.Dessy Amalia

KARBOHIDRAT
Kelompok 3
                                    Muhamad Supika                    B04120056
                                    Syahrial                                   B04120062
                                    Ummi Hani Trisandi               B04120063
                                    Fitra Yovita Delviona P.         B04120069

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
 BOGOR
2013
Pendahuluan
Dalam kehidupannya, makhluk hidup sangat membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi utama untuk tetap bertahan hidup. Baik secara langsung oleh herbivor maupun tidak langsung. Karbohidrat mempunyai rumus umum Cn(H2O)n. Rumus itu membuat para ahli kimia zaman dahulu menganggap karbohidrat adalah hidrat dari karbon. Jumlah monomernya, karbohidarat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu monosakarida, oligosakaraida, dan polisakarida (Winarno 2008).
Pertama adalah monosakarida. Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana yang terdiri dari satu gugus karbohidrat, contoh dari monosakarida yang banyak terdapat di dalam sel tubuh manusia adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa. Pada praktikum kali ini diamati dua jenis monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Glukosa di dalam industri pangan lebih dikenal sebagai dekstrosa atau juga gula anggur. Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa banyak terkandung di dalam buah-buahan, sayuran dan juga sirup jagung.
Fruktosa dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan rasa yang paling manis. Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan resorsinol (1,3 dhidroksi-benzena) dalam asam klorida. Di alam fruktosa banyak terkandung di dalam madu (bersama dengan glukosa), dan juga terkandung diberbagai macam buah-buahan.
Kedua, Oligosakarida merupakan jenis karbohidrat yang memiliki 2-10 monomer karbohidrat (Winarno 2008). Oligosakarida banyak dikonsumsi oleh manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Setiap molekul oligosakarida akan terbentuk dari gabungan dua sampai sepuluh molekul monosakarida, contoh oligosakarida yang diuji dalam praktikum ini adalah jenis disakarida yang terdiri atas sukrosa, laktosa, dan maltosa. Sukrosa terbentuk dari gabungan satu molekul glukosa dan fruktosa. Laktosa yang terbentuk dari gabungan satu molekul glukosa dan galaktosa. Sementara maltosa, terbentuk dari dua monomer glukosa.
Ketiga, Polisakarida merupakan polimer dari molekul-molekul monosakarida yang dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim yang spesifik kerjanya (Winarno 2008). Jenis polisakarida yang diamati pada praktikum kali ini adalah pati. Pati umumnya merupakan simpanan energi di dalam sel-sel tumbuhan ini berbentuk butiran-butiran kecil mikroskopik dengan diameter berkisar antara 5-50 nm. Dan di alam, pati akan banyak terkandung dalam beras, gandum, jagung, biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau dan banyak juga terkandung di dalam berbagai jenis umbi-umbian seperti singkong, kentang atau ubi.
Pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul glukosa yaitu amilosa (amylose) dan amilopektin (amylopectin) (Winarno 2008). Amilosa merupakan polimer glukosa rantai panjang yang tidak bercabang sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan yang bercabang-cabang. Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam produk pangan dimana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan semakin mudah untuk dicerna.
Jenis karbohidrat yang terkandung dalam suatu bahan dapat dicari melalui uji karbohidrat. Terdapat serangkaian uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi jenis karbohidrat. Uji Molisch digunakan untuk menguji ada tidaknya kandungan karbohidrat secara umum. Uji iod digunakan untuk menguji kandungan pati, reaksi positif hanya ditunjukkan oleh larutan pati bila direaksikan dengan iodium. Percobaan uji benedict dilakukan pada beberapa glukosa yang memiliki gugus gula pereduksi. Uji Barfoed digunakan untuk membedakan adanya monosakarida dan disakarida. Uji seliwanoff merupakan uji spesifik untuk karbohidrat yang mengandung gugus keton atau disebut juga ketosa. Uji Osazon juga digunakan untuk membedakan karbohidrat berdasarkan struktur kristal yang terbentuk. Selain itu dilakukan juga uji fermentasi untuk melihat aktifitas proses fermentasi berbagai jenis karbohidrat oleh ragi




Metode Praktikum
            Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tabung reaksi, pipet mohr, pipit tetes, mortar, penangas air, mikroskop, tabung fermentasi, penjepit tabung reaksi dan papan reaksi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah pereaksi molisch, asam sulfat pekat, pereaksi benedict, pereaksi barfoed, pereaksi selliwanoff, pereaksi tauber, preparan untuk uji osazon, larutan iod encer, fosfomolibdat, ragi roti, NaOH 10%, glukosa 1%, fruktosa 1%, sukrosa 1%, laktosa 1%, maltosa 1%, pati 1%, arabinosa 1%,  gum arab 1%, tepung pati, tepung gum arab, dan tepung agar-agar.
            Pertama dilakukan uji molisc. Sebanyak 2,5 ml larutan yang akan diperiksa dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 tetes pereaksi molisch, kemudian dicampur sampai rata. Terakhir, dimasukkan 1,5 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi.
            Kedua dilakukan uji benedict. Sebanyak 2,5 ml pereaksi benedict dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 8 tetes larutan yang akan diperiksa. Lalu dicampur dan didihkan selama 5 menit dan dibiarkan sampai dingin.
            Ketiga dilakukan uji barfoed. Sebanyak 1 ml bahan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung tersebut dipanskan di dalam air mendidih selama 3 menit, lalu didinginkan. Terakhir, dimasukkan 1 ml fosfomolibdat, dan dikocok sampai tercampur semuanya.
            Keempat dilakukan uji fermentasi. Sebanyak 10 ml larutan bahan percobaan  dan 2 gram ragi roti dimasukkan ke dalam mortar. Lalu kedua bahan tersebut digerus sampai terbentuk suspensi yang homogen. Kemudian suspensi tersebut dimasukkan ke dalam tabung fermentasi sampai bagian kaki yang tertutup terisi penuh oleh cairan, lalu tutuplah bagian mulut kaki yang terbuka dengan kapas. Dilakukan pemeriksaan setiap selang 5 menit sebanyak 6 kali pengamatan.  Jika terdapat ruang gas pada kaki tabung yang tertutup maka ruang gas tersebut diukur panjangnya. Untuk membuktikan gas CO2 yang terbentik pada kaki tabung dilakukan penambahan larutan NaOH 10% ke dalam kaki tabung fermentasi melalui kaki yang terbuka, dan mulut tabung ditutup dengan ibu jari sambil dibolak-balik beberapa kali. Adanya isapan pada ibu jari menunjukkan adalnya gas CO2.
            Kelima dilakukan uji selliwanoff. Sebanyak 2,5 ml pereaksi selliwanoff dan beberpa tetes bahan percobaan  dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Lalu campuran tersebut di didihkan selama 30 detik atau dimasukkan kedalam air mendidih selama 60 detik.
            Keenam dilakukan uji osazon. Preparat uji osazon yang telah tersedia di amati dibawah mikroskop.
            Terakhir dilakuka uji iod. Sedikit tepung bahan percobaan dimasukkan ke dalam papan uji dan ditambahkan satu tetes iod encer. Lalu kedua bahan tersebut dicampur dengan rata.

Hasil Pengamatan
Tabel 1. Uji Molisch
Larutan Uji
Hasil Pengamatan
Ket.
A
(+)
B
(+)
C
larutan C.uji ke1.jpg
(+)
D
Lrtn d.uji ke1.jpg
(+)
E
Sampel E, molisch.jpg
(+)
F
Sampel F molich.jpg
(+)
G
1.jpg
kontrol
Keterangan      (+) = berwarna ungu (violet)
                        (-) = berwarna hijau

Tabel 2. Uji Benedict
Larutan Uji
Hasil Pengamatan
Ket.
A
(+)
B
(-)
C
larutan C.uji ke2.jpg
(+)
D
Lrtn d.uji ke 2.jpg
(-)
E
benedict E.jpg
(+)
F
benedict F.jpg
(-)
G
2.jpg
Control
Keterangan      (+) = berwarna hijau atau hijau kebiru-biruan dan ada endapan
                        (-) = berwarna biru

Tabel 3. Uji Barfoed
Larutan Uji
Hasil Pengamatan
Ket.
A
(-)
B
(-)
C
C atas D bawh Uji 3.jpg
(-)
D
C atas D bawh Uji 3.jpg
(-)
E
barfoed E.jpg
(-)
F
Barfoed F.jpg
(-)
G
3.jpg
Control
Keterangan      (+) = berwarna biru pekat

Tabel 4. Uji Selliwanoff
Larutan Uji
Hasil Pengamatan
Ket.
A
(-)
B
(-)
C
C atas D Bwah.uji ke5.jpg
(-)
D
(+)
E
selliwanoff E.jpg
(+)
F
Selliwanof F.jpg
(-)
G
4.jpg
Control
Keterangan      (+) = berwarna merah

Tabel 5. Uji Iod
Larutan Uji
Hasil Pengamatan
Ket.
Pati
pati, agar-agar, gum arab.jpg
(+)
Agar-agar
pati, agar-agar, gum arab.jpg
(-)
Gum Arab
pati, agar-agar, gum arab.jpg
(-)
Glukosa
5.jpg
Control
Keterangan      (+) = berwarna biru kehitam-hitaman
                        (-) = berwarna coklat atau kuning


Tabel 6. Uji Fermentasi
Larutan Uji
Hasil Pengamatan
Ket.
A
-
5'-15' = 0 ml, 20' = 1ml,
25' = 1,25ml, 30' = 1,5 ml
B
fermentasi1 B.jpg

C
-

D
-

E
uji Fermentasi lar e dn f.jpg



5' = 0,4cm; 10' = 0,8cm;
15' = 1,2cm. Ada gelembung
F
uji Fermentasi lar e dn f.jpg



5' = 0,3cm; 10' = 0,3cm
15' = 0,8cm. tidak ada gelembung
G



Tabel . Uji Osazon
Larutan
Hasil Pengamatan dan
Literatur
Pengamatan Mikroskop
A
osazone litaratur- glucose.gif
B
C
osazone litaratur- maltose.gifosazone litaratur- lactose.gif
D
E
F
G
osazone litaratur- sucrose.gif



Pembahasan
           Praktikum kali ini melibatkan beberapa uji untuk mengetahui sturktur karbohirat. Setelah mencampuri sampel dengan berbagai reagen uji, didapat kesimpulan bahwa sampel tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan perubahan warnanya. Kelompok kami mendapat tugas untuk menguji sampel E dan F.
           Pertama yang dilakukan adalah uji Molisch. Uji Molisch terdiri atas larutan α-naftol dalam alkohol. Jika pereaksi ini ditambahkan ke dalam larutan glukosa kemudian ditambah H2SO4 pekat maka akan terbentuk dua lapisan zat cair. Pada batas antara kedua lapisan itu terbentuk cincin warna ungu akibat terjadi reaksi kondensasi antara α-naftol dan furfural (furfural terbentuk akibat dehidrasi glukosa oleh H2SO4 pekat).
Pada uji Molisch, semua zat uji adalah termasuk karbohidrat. hal tersebut dapat dilihat pada terbentuknya cincin berwarna ungu (violet) kemerahan pada batas kedua cairan. Pada sampel A sampai F dapat dilihat sedikit batas warna ungu di larutannya. Hal ini sudah cukup mengindikasikan bahwa semua larutan mengandung karbohidrat.
Menurut Hawab (2001), reaksi senyawa furfural dari pentosa dan heksosa adalah seperti dibawah ini.
                                                  H                                      O
                                       
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4           ─C—H + 
                                                                                                                         
                                                                                                                         OH
Pentosa                                                                               Furfural             α-naftol

                                                              H                                                              
                                                               
CH2OH—HCOH—HCOH—HCOH—HCOH—C=O + H2SO4 
Heksosa                             

kondensasi dari hidroksi metal furfural (heksosa) atau furfural (pentosa) dengan alfa-naftol membentuk suatu cincin berwarna ungu.

Uji yang kedua adalah uji benedict yang dilakukan adalah berdasarkan teori bahwa gula yang mengandung gugus aldehida atau keton bebas akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis atau basa, menjadi Cu+, yang mengendap sebagai Cu2O (kupro oksida) berwarna merah bata. Dalam percobaan zat yang tidak menunjukkan reaksi positif hanya pati, hal ini karena pati merupakan senyawa polisakarida. Uji benedict adalah pengujian untuk mengetahui apakah suatu larutan termasuk gula pereduksi atau bukan. Larutan di sampel B dan F berwarna biru setelah diteteskan pereaksi benedict. Hal ini membuktikan bahwa sampel B dan F tidak mengandung gula pereduksi. Sedangkan sampel yang lainnya ada yang berwarna hijau kebiruan, hijau dan kuning yang mengindikasikan bahwa larutan tersebut mengandung gula pereduksi dengan konsentrasi tertentu.

              Prinsip kerja uji Barfoed adalah untuk membedakan jenis monosakarida atau disakarida. Uji ini termasuk uji spesifik. Karbohidrat direduksi pada suasana asam dengan menambahkan fosmolibdat dan akan memberikan hasil positif, apabila larutan setelah dididihkan menjadi berwarna biru, maka larutan tersebut termasuk ke dalam golongan disakarida (Poerdjiadi 2006). Barfoed merupakan pereaksi yang bersifat asam lemah dan hanya direduksi oleh monosakarida. Senyawa berwarna biru akan terjadi dengan adanya fosfomolibdat. Monosakarida yang masih bersifat pereduksi disebut gula pereduksi. Glukosa, fruktosa dan galaktosa tergolong ke dalam monosakarida. Larutan yang menghasilkan warna biru gelap membuktikan bahwa larutan tersebut termasuk kelompok disakarida sedangkan larutan berwarna biru cerah membuktikan bahwa larutan tersebut termasuk kelompok monosakarida. Semua larutan yang dipakai saat melakukan uji bafroed menghasilkan warna biru muda, bahkan ada yang mendekati hijau. Hal ini membuktikan bahwa sampel umumnya berupa monosakarida. Namun tidak ada satupun dari sampel tersebut yang berwarna biru tua. Menurut teori seharusnya ada sampel yang berwarna biru tua saat diuji bafroed. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kesalahan dalam pembuatan atau masalah ketidaktelitian lainnya.
Pada uji seliwanoff ketosa akan dihidrasi oleh HCl menghasilkan hidroksimetilfurfural dengan penambahan resorsinol akan megalami kondensasi membentuk senyawa kompleks berwarna merah jingga menjadi dasar dari uji Seliwanoff. Dari percobaan tersebut didapat hasil bahwa larutan yang tidak mengalami perubahan warna adalah larutan yang bereaksi negatif. Sedangkan larutan yang mengalami perubahan warna menjadi merah bata bereaksi positif (sampel D dan E). Seliwanoff merupakan uji spesifik untuk ketosa, misalnya seperti pada fruktosa dan sukrosa.
            Uji Iod digunakan untuk menguji ada tidaknya pati dan komponen pati yang berperan adalah amilosa dengan menunjukkan perubahan warna pada tepung pati, tepung gum arab, dan tepung agar-agar. Amillum dengan iodine dapat membentuk kompleks warna biru, sedangkan dengan glikogen akan membentuk warna merah.
 Pati berwarna biru kehitaman karena mengandung amilosa. Sedangkan gum arab berwarna kuning dan agar-agar berwarna coklat karena tidak mengandung amilosa.
Pada percobaan fermentasi, dilakukan untuk membedakan kelompok larutan gula sederhana dan yang memiliki ikatan molekul  panjang. Hasil yang diperoleh dari percoban ini dapat membuktikan bahwa dalam fermentasi adanya pemotongan molekul kompleks menjadi molekul yang sederhana. Senyawa glukosa dan fruktosa yang difermentasikan dengan bantuan ragi menghasilkan CO2, hal ini terbukti dengan adanya isapan dari kedua senyawa tersebut setelah ditambahkan NaOH.

           Pada uji Osazon, yang mendasarinya adalah pemanasan karbohidrat yang memiliki gugus aldehida atau keton bersama fenilhidrazin berlebihan akan membentuk hidrazon atau osazon. Osazon yang terbentuk mempunyai bentuk kristal dan titik lebur yang spesifik. Osazon dari disakarida larut dalam air mendidih dan terbentuk kembali bila didinginkan, namun sukrosa tidak membentuk osazon karena gugus aldehida dan keton yang terikat pada monomernya sudah tidak bebas, sebaliknya osazon monosakarida tidak larut dalam air mendidih.
Simpulan
            Pada dasarnya uji Molisch digunakan untuk menentukan karbohidrat secara umum, uji Benedict digunakan untuk menentukan gula pereduksi dalam karbohidrat. Uji Barfoed digunakan untuk mengidentifikasi antara monoskarida, disakarida, dan polisakarida. Uji Selliwanof digunakan untuk menentukan karbohidrat jenis ketosa. Uji fermentasi yang menggunakan ragi dapat mencerna dan merubah karbohidrat menjadi etil alkohol dan gas karbondioksida. Uji Osazon digunakan untuk mengamati perbedaan yang spesifik bagi tiap karbohidrat melalui penampang endapan yang dihasilkannya. Pada uji Molisch, hasil reaksi yang terbentuk cincin ungu adalah fruktosa, sukrosa, laktosa, maltose, dan pati. Pada uji Benedict perubahan warna menjadi merah bata hanya pada glukosa, fruktosa, laktosa, dan maltosa. Pada uji Barfoed hanya glukosa dan fruktosa yang berwarna biru. Pada uji fermentasi yang diamati hanya sukrosa dan maltosa. Pada uji Selliwanoff yang hasilnya positif hanya fruktosa dan sukrosa. Pada uji iodin tepung pati dan agar berubah warna menjadi biru tua, menunjukkan bahwa tepung pati dan agar mengandung amillum.
















Daftar Pustaka
Hawab, Dr. H .Mansjur, Drh, Ms. 2001. Dasar-Dasar Biokimia Umum. Institut Pertanian Bogor: Unit Biokimia Jurusan Kimia FMIPA.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia. Edisi Revisi. Jakarta: UI - Press. Winarno F G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.